Kamis, 31 Mei 2012

My Testimoni

        Menurut saya, tugas mengenai survey pendidikan ini adalah hal yang cukup menarik. Tugas ini banyak memberikan pelajaran dan informasi baru bagi meningkatkan pembelajaran saya terutama. Dengan adanya tugas ini, saya jadi tahu bahwa ternyata saya juga dapat membuat survey secara online dan hal itu semakin membantu saya. Saya juga telah mengetahui bagaimna cara mengopersikannya. Dan dengan adanya tugas ini, saya juga semakin akrab dengan teman-teman saya yang lainnya karena kami semua saling bekerja sama dan membantu dalam mengisi kuisioner.
        Walaupun pada awalnya saya sempat belum terlalu mengerti tentang cara membuatnya, namun saya merasa tertantang untuk mempelajarinya. Saya juga mengalami sedikit kebingungan saat menentukan topik yang akan saya angkat. Namun pada akhirnya, sampai tugas ini selesai saya laksanakan, saya merasa senang dan dengan begini, pengetahuan dan pengalaman saya semakin bertambah.
      

Hasil Survey Pendidikan


Survey tentang Hubungan Motivasi Mahasiswa dengan Tingkat Ketertarikan dan Keaktifan Mahasiswa


Saya melakukan suatu survei dengan memakai kuisioner untuk melihat bahwa apakah ada hubungan motivasi mahasiswa dengan tingkat ketertarikan dan keaktifan mahasiswa di dalam perkuliahan Psikologi Pendidikan. Survei ini saya tujukan kepada mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara angkatan 2011.
Kuisioner ini terdiri dari sembilan poin dimana setiap poinnya merupakan pernyataan yang berhubungan dengan motivasi,rasa tertarik, dan keaktifan mahasiswa dalam mata kuliah psikologi pendidikan. Survei ini telah di isi oleh 59 orang mahasiswa/i yang di pilih secara random. Berikut terdapat beberapa keterangan mengenai hasil survey yang telah saya buat.

1. Saya Sangat Tertarik Terhadap Mata Kuliah Psikologi Pendidikan.(sangat sesuai= 3.39%, sesuai=45.76%, netral=38.98%, tidak setuju=11.86%, sangat tidak setuju=0%)


2. Saya Harus Mendapatkan Nilai Tinggi Dalam Mata Kuliah Ini.
(sangat sesuai=28.81%, sesuai=59.32%, netral=11.86%, tidak sesuai=0%, sangat tidak sesuai=0%)

3. Saya Ingin Mendapatkan Informasi Pelajaran Yang BergunaBagi Saya.
(sangat sesuai=32.20%, sesuai=64.41%, netral=3.39%, tidak setuju=0%, sangat tidak setuju=0%)

4. Saya Cukup Aktif Ketika Bertanya Dan Berkomentar Dalam Proses Perkuliahan Di Kelas.
(sangat sesuai=0% , sesuai=0.17%, neral=59.32%, tidak sesuai=30.51%, sangat tidak sesuai=0%)

5. Saya Merasa Bersemangat Ketika Diberikan Sistem Perkuliahan Baru, Seperti E-learning Ataupun Blended Learning.
(sangat sesuai=10.17%, sesuai=57.63%, netral=25.42%, tidak sesuai=6.78%, sangat tidak sesuai=0%)

6. Saya Suka Memposting Hal-hal Positif Di Blog Ketika Saya Memiliki Waktu Luang.
(sangat sesuai=10.17%, sesuai=37.29%, netral=40.68%, tidak sesuai=11.86%, sangat tidak sesuai=0%)

7. Saya Merasa Materi Pekuliahan Yang Dibahas Berkaitan Dengan Hal-hal Itu Saja.
(sangat sesuai=0%, sesuai=8.47%, netral=50.85%, tidak sesuai=40.68%, sangat tidak sesuai=0%)

8. Saya Merasa Dapat Lebih Aktif Dalam Perkuliahan Ketika Saya Telah Membaca Materi Pelajaran Terlebih Dahulu.
(sangat sesuai=8.47%, sesuai=62.71%, netral=23.73%, tidaks esuai=5.08%, sangat tidak sesuai=0%)


9. Bagi Saya, Tidak Terlalu Aktif Di Kelas Saat Perkuliahan Adalah Hal Yang Wajar.
(sangat sesuai=5.08%, sesuai=32.20%, netral=45.76%, tidak sesuai=16.95%, sangat tidak sesuai=0%)

Melalui hasil persentasi pernyataan-pernyataan di atas, kita dapat melihat bahwa mahasiswa/i yang mengikuti kelas psikologi pendidikan rata-rata telah cukup memiliki motivasi yang tinggi terhadap mata kuliah tersebut. Namun perlu kita perhatikan juga bahwa banyak mahasiswa/i yang juga memilih respon netral sebesar 38.98%. Hal ini mengindikasikan juga bahwa cukup banyak mahasiswa/i yang memiliki tanggapan yang netral atau biasa saja terhadap mata kuliah ini. Motivasi yang dimiliki oleh mahasiswa/i ini dapat dikatakan sebagai motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pernyataan bahwa mereka harus mendapatkan nilai tinggi dalam mata kuliah ini(sebesar 59,32%) dan mereka juga ingin memperoleh banyak informasi pelajaran yang berguna bagi mereka(sebesar 64.41%).
            Dari survey diatas dapat kita lihat juga bahwa motivasi amat berkaitan dengan rasa tertarik mahasiswa/i dalam mengikuti perkuliahan mata kuliah psikologi pendidikan. Karena mahasiswa/i memiliki motivasi yang cukup besar terhadap mata kuliah ini, maka mereka juga merasa bersemangat untuk membaca materi pelajaran sebelum perkuliahan dimulai. Mahasiswa/i juga bersemangat ketika mereka diberi pembelajaran yang baru. Dalam tingkat keaktifan, motivasi juga memiliki hubungan yang besar dengan keaktifan mahasiswa di dalam perkuliahan. Hal ini dapat terlihat ketika mahasiswa termotivasi untuk membaca materi pelajaran, mereka menjadi lebih aktif di dalam perkuliahan. Namun saya juga memberi perhatian terhadap beberapa pernyataan yang tidak sesuai diantaranya adalah mahasiswa/i memiliki respon netral terhadap pernyataan bahwa mereka cukup aktif saat bertanya dan mereka menganggap bahwa tidak terlalu aktif saat perkuliahan adalah hal yang wajar. Tapi hal tersebut mungkin disebabkan karena mereka terkadang juga merasa belum memahami materi pelajaran ataupun masih kurang percaya diri dalam menyuarakan pendapat mereka di dalam kelas saat perkuliahan
            Nah, dari beberapa penjelasan diatas. Saya dapat menarik kesimpluan bahwa ketika mahasiswa/i memiliki motivasi yang tinggi terhadap suatu mata kuliah maka mereka juga akan merasa tertarik untuk mengikuti perkuliahan tesebut dan juga memiliki tingkat keaktifan yang cukup tinggi. Mahasiswa/i yang memiliki motivasi yang tinggi akan berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik dari perkuliahan tersebut.

Senin, 14 Mei 2012

Testimoni Tentang Blended Learning

Tanggapan Positif : Belajar nya terasa menyenangkan dan sangat menarik. Saya memperoleh pengalaman belajar yang baru. Menurut saya cara belajar blended learning itu cukup fleksibel dan dengan begitu kita, walaupun kita tidak berkomunikasi secara nyata dengan dosen, kami tetap masih bisa berkomunikasi dengan dosen melalui gtalk. Blended Learning juga memungkinkan kami untuk berkomunikasi dengan banyak teman sekaligus.


Tanggapan Negatif : Jaringan internet yang terkadang lambat dan putus. Sehingga membuat kami harus meng-invite chat grup kami lagi.

Sabtu, 12 Mei 2012

BLENDED LEARNING

Sejarah Blended Learning
     Pembelajaran berbasis blended learning dimulai sejak ditemukan komputer, walaupun sebelum itu juga sudah terjadi adanya kombinasi (blended).

Pengertian Blended Learning
     Blended Learning atau dapat juga disebut dengan long distance instructed learning maupun virtual instructor led training adalah pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa. Ada juga pendapat yang menjabarkan blended learning sebagai perpaduan dari: teknologi multimedia, CD ROM, video streaming, kelas virtual, voicemail, email dan telefon conference, animasi teks online dan video-streaming. Dan semua ini dikombinasi dengan bentuk tradisional pelatihan di kelas dan pelatihan satu-satu yang dilakukan oleh pelajar maupun pengajar.
     Blended Learning dibutuhkan pada saat situasi yang ada menuntut diadakannya kombinasi atau mencampurkan berbagai metode media, dan teknik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya ketika pembelajaran jarak jauh tidak begitu dibutuhkan maka dibutuhkan pembelajaran tatap muka. Proses pembelajaran blended learning dibutuhkan pada pembelajar yang membutuhkan penambahan dan pengkombinasian dalam pembelajaran.

Keuntungan Blended Learning
     Blended Learning memiliki beberapa keuntungan di antranya :
-Lebih membuat cara pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien karena siswa semakin mudah dalam mengakses materi pembelajaran.
-Bagi siswa/mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang kurang, mereka menjadi lebih bisa dalam mengeluarkan pendapat dengan lebih bebas.
-Blended Learning juga membantu pelajar untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar mereka masing-masing.
-Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan pelajar untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
-Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi pelajar, dengan menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online. Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman interaktif. Sedangkan kelas online memberikan para siswa berbagai konten multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan di mana saja selama pelajar memiliki akses internet.
-Pelajar dapat menjadi lebih mandiri dan konvensional.
-Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara pengajar dan siswa.
-Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar.
-Membantu proses percepatan pengajaran.
-Lewat blended learning, kita bisa belajar dengan interaktivitas yang mendekati belajar langsung tatap muka. -Bahkan bisa dilakukan ketika instruktur dan para pelajar-nya terpisah ribuan kilometer di dua benua berbeda.
-Seseorang juga bisa mengatur jadwal belajarnya masing-masing sesuai waktu yang tersedia.

Kekurangan Blended Learning
     Namun selain memiliki keuntungan yang cukup banyak,blended learning juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya pelajar dan pengajar harus sama-sama memiliki peralatan komputer, memiliki koneksi jaringan internet yang cukup bagus. Pelajar dan pengajar juga harus sama-sama melek teknologi, agar proses blended learning dapat berjalan lancar. Masih terdapat juga kekurangan di beberapa mata pelajaran seperti misalnya eksak yang memerlukan perhitungan.

Perbedaan E-learning dengan Blended Learning
     Dalam e-learning kita gak dapat feedback dari pengajar, kalo blended learning kita dapat feedback dari pengajar jadi bisa diskusi juga.kalo e-learning kita cuma dapat bahan pelajaran, sedangkan blended lerning kita bisa sekalian diskusi juga dengan teman maupun dengan pengajar.

Sumber : http://rizcafitria.wordpress.com/
         http://rizcafitria.wordpress.com/2011/04/30/blended-learning/
     http://www.muhammadnoer.com/2010/07/blended-learning-mengubah-cara-kita-belajar-di-masa- depan/
     http://id.wikibooks.org/wiki/Pembelajaran_Berbasis_Blended_Learning
         http://tepenr06.wordpress.com/2012/05/08/about-blended-learning/
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&ved=0CIABEBYwBw&url=http%3A%2F%2Fwww.muhammadnoer.com%2F2010%2F07%2Fblended-learning-mengubah-cara-kita-belajar-di-masa-depan%2F&ei=acmtT7H9LsWxrAeYzrT2Aw&usg=AFQjCNE_e62wMVlik8iy40sB1LPvRhRvLw&sig2=StnP82PQnfs4yFTqo0rgpw


Nah..begitu lah sedikit penjelasan tentang blended learning. Semoga bisa bermanfaat. :)

Selasa, 08 Mei 2012

TUGAS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Anggota : Merinda Rika (11-001)
               Oktavia R R Putri (11-015)
               Sulistia Putri (11-017)
               Dwi Kartika Harahap (11-019) 
               Rizky Hasanah (11-029)
               Desi Mariana Maloky (11-043) 
               Safrida Liasna br.Tarigan (11-057) 
               Nenita Sari S G (11-069)
               Yohana Chrisela (11-083) 
               Mira Tantri Saragih (11-099) 

SLB G ( Anak Tunaganda )
           SLB G adalah sekolah yang khusus untuk mendidik anak yang Tunaganda. Departemen Pendidikan Amerika Serikat memberikan pengertian anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang karena mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan sosial, psikologi dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum, (Heward dan Orlansky,1988, p:370). Istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak tunaganda :
- Anak tunamajemuk
- Anak cacat ganda
- Anak cacat majemuk
- Multiple handicaps
- Multiple disabilities

Sementara itu, beberapa ahli pendidikan luar biasa menggunakan pendekatan perkembangan anak untuk memberikan pengertian tentang anak tunaganda. Seorang individu yang berusia 21 tahun tetapi tingkat perkembangan fungsi-fungsinya hanya setengah atau kurang dari tingkat perkembangan yang seharusnya dicapai berdasarkan usia kronologis, dianggap sebagai anak yang mengalami tunaganda. Walaupun, ada kelompok lain yang beranggapan bahwa pendekatan perkembangan tersebut kurang relevan terhadap populasi ini. Sebagai penggantinya, mereka memberikan penekanan bahwa seorang anak yang tergolong tunaganda adalah anak yang memerlukan latihan dalam hal keterampilan-keterampilan dasar, misalnya dalam bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa bantuan, dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam mengontrol fungsi-fungsi perut dan kandungan kemih dan makan sendiri (Sontag, Smith dan Sailor seperti di kutip oleh Heward dan Orlansky,1988). Sebagian besar anak-anak reguler biasanya dapat melakukan keterampilan-keterampilan dasar pada usia 5 tahun, sementara itu anak-anak tunaganda perlu latihan-latihan khusus untuk dapat melakukannya. Mereka ini tidak dapat diberikan pengajaran akademik seperti halnya anak-anak regular pada umumnya. Oleh karena beratnya dan banyaknya kelainan yang dimiliki oleh anak-anak tunaganda, maka tidak ada perilaku-perilaku khusus yang berlaku umum bagi semua anak yang tergolong tunaganda. Setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik, intelektual dan ciri-ciri sosial, serta masing-masing hidup dalam lingkungannya sendiri yang berbeda. Perilaku-perilaku yang sering tampak adalah sebagai berikut:
1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Hampir semua anak yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak dapat bicara atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon. Ini menyebabkan pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali. Anak-anak semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling sederhana sekalipun.
2. Perkembangan motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar anak tunaganda mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak dapat berjalan, bahkan untuk duduk dengan sendiri . Mereka berpenampilan lamban dalam meraih benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar tetap tegak dan seringkali mereka hanya berbaring di atas tempat tidur.
3. Mereka seringkali mempunyai perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan kepala, mencabuti rambut dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini sangat mengganggu pengajaran atau interaksi sosialnya.
4. Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri. Sering kali mereka tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian, mengontrol dalam hal buang air kecil, dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.
5. Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif. Secara umum, anak-anak yang sehat dan anak-anak yang tergolong cacat senang akan bermain dengan anak-anak yang lain, berinteraksi dengan orang dewasa, dan ada usaha mencari informasi mengenai dunia sekitarnya. Namun demikian, anak-anak yang tergolong tunaganda tampaknya sangat jauh dari dunia kenyataan dan tidak memperlihatkan emosi-emosi manusia yang normal. Sangat sukar untuk menimbulkan perhatian pada anak-anak yang tergolong tunaganda atau untuk menimbulkan respon-respon yang dapat diobservasi (Heward & Orlansky, 1988,p:372 ). Di balik keterbatasan-keterbatasan di atas, sebenarnya anak-anak tunaganda juga mempunyai ciri-ciri positif yang cukup banyak, seperti kondisi yang ramah dan hangat, keras hati, ketetapan hati, rasa humor, dan suka bergaul. Banyak guru yang memperoleh kepuasan dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak.
6. Kecenderungan lupa akan keterampilan-keterampilan yang sudah dikuasai.
Misalnya anak yang mengalami gangguan mutiple handicaps yang sudah bisa untuk mengetahui bagaimana ia memakai bajunyan sendiri memiliki kemungkinan untuk dapat mengingat kembali kemampuannya tersebut.
7. Memiliki masalah dalam menggeneralisasikan keterampilan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
Ketika seorang anak yang multi handicaps dapat merobek kertas di dalam lingkungan kelasnya ataupun teman-teman nya di sekolah, namun ketika ia berada di masyarakat, ia akan cenderung tidak dapat menunjukkan ataupun menampilkan keahliannya tersebut di depan orang banyak.

KLASIFIKASI
Dari sekian banyak kemungkinan kombinasi kelainan, ada beberapa kombinasi yang paling sering muncul dibandingkan kombinasi kelainan-kelainan yang lainnya, yaitu:
1. Tunagrahita dan cerbral palsy 
     Ada suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerbral palsy (CP) adalah anak-anak tunagrahita. Apapun penyebabnya, baik karena genetik atau faktor lingkungan sehingga terjadi adanya kerusakan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan rusaknya cerbral cortex sehingga menimbulkan tunagrahita. Namun demikian, hubungan tersebut tidak berlaku secara umum. Sebagai contoh, hasil-hasil penelitian yang dilakukan Holdman dan Freedheim terhadap seribu kasus klinik mediknya, hanya dijumpai 59% dari anak-anak CP yang dites adalah anak-anak tunagrahita (Kirk dan Gallagher, 1988). Hopkins, Bice, dan Colton mendapatkan bahwa 49 % dari 992 anak CP yang dites adalah anak tunagrahita. Sementara itu, Stephen dan Hawks memperkirakan bahwa antara 40-60% dari anak CP adalah anak tunagrahita. Melakukan diagnosis untuk menentukan apakah seorang anak adalah tunagrahita diantara anak-anak CP dengan tes inteligensi yang baku adalah sangat sulit untuk dipercaya. Seringkali kurangnya kemampuan dalam berbicara dan lemahnya kontrol terhadap gerak-gerak spastik pada anak-anak CP memberikan kesan bahwa anak-anak tersebut adalah anak-anak tunagrahita. Pada kenyataannya, sebenarnya hanya sedikit terdapat hubungan langsung antara tingkat gangguan fisik dengan inteligensi pada anak-anak CP. Seorang anak yang spastik berat mungkin secara intelektual dapat digolongkan sebagai gifted dan anak lainnya yang mempunyai gangguan fisik ringan dapat digolongkan tunagrahita yang berat. Assesmen mengenai ketunagrahitaan pada anak-anak CP adalah benar-benar sulit dan seringkali akan memakan waktu berbulan-bulan untuk melaksanakannya. Apabila setelah melalui pengajaran yang tepat beberapa waktu lamanya seorang anak relatif tidak memperoleh kemajuan apa-apa, maka diagnosis yang mengatakan bahwa anak tersebut mengalami tunagrahita adalah tepat.
2. Kombinasi Tunagrahita dan Tunarungu 
      Anak-anak tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Sementara itu, anak-anak tunagrahita akan mengalami kelambanan dan keterlambatan dalam belajar. Pada anak tunaganda, bisa saja terjadi anak tersebut mengalami tunagrahita yang sekaligus tunarungu. Anak-anak yang demikian, mengalami gangguan pendengaran, memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. Dengan demikian, adanya kombinasi dari ketiga keadaan tersebut menyebabkan anak-anak tunaganda memerlukan pelayanan yang lebih banyak daripada anak-anak yang mengalami tunagrahita atau tunarungu saja. Diperkirakan bahwa antara 10%-15% anak di sekolah tunagrahita adalah anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran dan dalam persentase yang sama anak-anak di sekolah tunarungu adalah anak-anak tunagrahita.
3. Kombinasi Tunagrahita dan Masalah-masalah Perilaku 
      Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara tunagrahita dengan gangguan emosional. Anak-anak yang mengalami tunagrahita berat ada kemungkinan besar juga memiliki gangguan emosional. Yang tidak diketahui adalah banyaknya anak secara pasti yang menampakkan kedua kelainan tersebut bersama-sama. Ada gejala-gejala bahwa tunagrahita yang cukup kuat dan nyata yang menyertai atau bersama-sama dengan gangguan emosional cenderung untuk diabaikan atau dikesampingkan. Ini berarti bahwa bagi anak-anak retardasi mental, mereka tidak disarankan untuk memperoleh pelayanan psikoterapi ataupun terapi perilaku, padahal perilaku-perilaku yang aneh pada anak adalah merupakan gejala tunagrahita berat atau yang sangat berat .
4. Gangguan Perilaku Autisme
     Autisme adalah suatu istilah atau nama yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan kelambatan perkembangan sosial dan komunikasi yang berat.(Krik&Gallagher,1986:p 427). Anak yang mengalami autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain sehingga memberikan kesan tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan utama pada anak autistik adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering mengulang kata-kata (echolalia) dan melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang tertentu dan teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau perubahan, maka mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi ini juga sering terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada di tempat yang asing.(Rini Puspitaningrum,1992:p.4-7). 
5. Kombinasi Gangguan Perilaku dan Pendengaran
    Memperkirakan secara pasti tentang berapa jumlah anak yang mempunyai gangguan emosional perilaku dan yang sekaligus gangguan pendengaran adalah hal yang sangat sulit. Hal ini sangat bergantung pada kriteria yang digunakan untuk menentukan seberapa besar gangguan emosional dan tingkat keparahan hilangnya pendengaran. Althshuler memperkirakan bahwa antara satu sampai dengan tiga dari 10 anak tunarungu anak anak yang memiliki masalah emosional (Kirk dan Gallagher,1986:p.427). Para ahli yang konsisten memberikan pelayanan kepada anak-anak yang mempunyai gangguan emosional dan yang sekaligus tuli, cenderung memakai klasifikasi kondisi anak-anak itu sebagai kondisi yang ringan, sedang dan berat. Anak-anak yang termasuk kondisi berat telah mereka pindahkan dari sekolah-sekolah untuk anak tunarungu karena guru-guru mereka merasa`tidak mampu menangani perilakunya yang aneh.
6. Kelainan Utama Tunarungu dan Tunanetra
    Apabila satu dari dua lelainan utama itu yang menyebabkan anak mengalami gangguan, maka dalam memberikan pelayanan pendidikan, indra yang masih baik kondisinya memperoleh perhatian utama untuk difungsikan. Bagi anak yang tuli, maka saluran penglihatan digunakan untuk membentuk sistem komunikasi berdasarkan isyarat, ejaan jari dan membaca bibir. Bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan (buta), maka program pendidikan dikompensasikan melalui alat pendengaran. Akan tetapi apa yang dilakukan apabila kedua alat (pendengaran dan pengilhatan) tersebut rusak? Bagaimana mengajarkan bahasa dan bicara kepada anak yang tidak dapat mendengar dan melihat? Anak buta-tuli adalah seorang anak yang memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran, suatu gabungan yang menyebabkan problema komunikasi dan problema perkembangan pendidikan lainnya yang berat sehingga tidak dapat diberikan program pelayanan pendidikan baik di sekolah yang melayani untuk anak-anak tuli maupun di sekolah yang melayani untuk anak-anak buta. Namun demikian, bukan berarti anak buta-tuli harus dirampas haknya untuk mendapatkan layan pendidikan. Dengan penangan yang baik dan tepat, anak-anak buta-tuli masih bisa dididik dan berhasil. Contoh orang semacam ini adalah Helen Keller. Atas bantuan Anne Sulivan sebagai tutornya yang selalu mendampinginya dengan penuh ketekunan, Keller belajar bicara dan berkomunikasi serta memperoleh prestasi akademik yang tinggi. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak yang tergolong tunaganda memiliki lebih dari satu ketidakmampuan. Walaupun dengan metode diagnosis yang paling baik sekalipun, masih sering mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan sifat dan beratnya ketunagandaan yang dialami anak dan menentukan bagaimana kombinasi ketidakmampuan itu berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, banyak anak yang tergolong tunaganda tidak merespon terhadap rangsangan pada saat diobservasi, seperti terhadap cahaya yang terang atau terhadap benda-benda yang berat. Sulit ditentukan apakah anak tersebut mempunyai gangguan penglihatan ataukah ia dapat melihat tetapi tidak mampu merespon karena adanya kerusakan pada otak? Seringkali pertanyaan semacam ini timbul dalam merencanakan program pendidikan bagi anak-anak yang tergolong tunaganda dalam semua tipe. Cara apakah yang paling sesuai untuk mengajar bahasa kepada anak tunarungu yang disertai cacat berat lain atau bagaimanakah membantu anak yang tidak dapat berjalan dan tidak dapat belajar menampilkan perilaku sosial untuk mengajarkan bagaimana berpenampilan yang sesuai di depan umum adalah segudang problema yang menantang untuk dicarikan solusinya. Anak-anak yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-kombinasi ketidakmampuan yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan keduanya memerlukan penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian khusus dalam pendidikan mereka. Melalui program pengajaran yang sesuaiakan memungkinkan mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, bermakna, dan memuaskan pribadinya.

Penyebab Anak Tunaganda
Anak tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada saat sebelum kelainan, saat kelahiran, dan atau setelah kelahiran.
1. Faktor Prenatal :
Ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan. Ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu. Kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung. Serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan alcohol.
2. Faktor Natal :
Kelahiran premature, kekurangan oksigen pada saat kelahiran,luka pada otak saat kelahiran.
3. Faktor natal :
Kepala mengalami kecelakaan kendaraan ,jatuh ,dan mendapat pukulan atau siksaan.
4. Nutrisi yang salah :
Anak tidak dirawat dangan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama,sehingga dapat berpengaruh tehadap otak (meningitis atau encephalities).
                                      Prevalensia Anak Tunaganda
Mengingat belum ada defininsi yang dapat diterima secara umum tentang anak tunaganda, maka tidak ada gambaran yang akurat tentang prevalensi anak tunaganda. jika menggunakan analog di Amerika Serikat, maka jumlah anak tunaganda berkisar sekitar 0,05% sampai dengan 0,1% dari populasi usia sebaya. Berdasarkan asumsi bahwa jumlah anak tunaganda di Indonesia proporsinya sama dengan yang di Amerika Serikat, maka jumlah anak anak usia sekolah di Indonesia yang sekitar 60 juta orang, maka anak tunaganda Indonesia sekitar 99.000 anak sampai 110.000 anak.
                                       Layanan Pendidikan Anak Tuna Ganda
Pada masa lalu,tunaganda secara rutin dipisahkan dari sekolah regular,bahkan sekolah khusus.Namun sejak tahun 80-an layanan pendidikan bagi anak tunaganda semakin mendapat perhatian di tengah-tengah masyarakat, dengan mendirikan sekolah-sekolah khusus. Demikian juga program-program pendidikan bagi anak tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin.Setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meningkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,Maka program seharusnya mengakses empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini di mungkinkan dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya: ekspresi pilihan, komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional seharusnya bekerja sama dengan guru-guru kelas,guru-guru khusus dan orangtua,karena perlajuan yang lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah keterampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya. Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yang penting.menghadirkan sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yang sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yang lebih positif.

SumberSantrock, J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
                 http://ugiw.blogspot.com/2011/01/pendidikan-anak-tuna-ganda.html
                 www. blog SLB Kartini Batam.com